SKETSAMALANG.COM – Kebutuhan listrik terus bertambah seiring berkembangnya teknologi dan pertumbuhan penduduk. Sehingga, keberadaan listrik dibutuhkan di setiap tempat kegiatan manusia.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong dua dosen Teknik Mesin S-1, Fakultas Teknologi Industri (FTI), Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang untuk mengembangkan Kincir Air Undershot dengan memanfaatkan energi alternatif sebagai pembangkit listrik skala kecil.
Keduanya adalah Dr Eko Yohanes, ST MT, dan Ir Soeparno Djiwo, MT. Dijelaskan Eko, Kincir air yang mereka ini menggunakan sistem adaptif, untuk mendapatkan putaran turbin yang optimal pada aliran air yang berubah berdasarkan kondisi lingkungan. Kincir air bekerja pada aliran air sungai dengan kecepatan yang rendah untuk memutar generator pembangkit listrik tenaga air (PLTA) pikohidro.
Ada beberapa penelitian kincir air yang mereka buat, namun khusus untuk Kaliku dipasang kincir air bukan sistem adaptif.
“Kincir air tersebut sudah kami pasang di Kaliku, Pakisaji, Malang, tetapi bukan yang sistem adaptif. Hasil listriknya sebagai penerangan di jalan sekitar Kaliku. Sudah kami serahkan bersamaan dengan pengabdian masyarakat Himpunan Mahasiswa Mesin,” jelas Dr Eko Yohanes, ST MT, saat ditemui di Ruang Humas ITN Malang awal bulan November 2021 yang lalu.
Menurut Eko, kincir air yang mereka kembangkan merupakan tipe undershot yang di khususkan untuk aliran rendah. Tipe undershot adalah kincir air yang aliran air pendorongnya menabrak sudut pada bagian bawah kincir. Memanfaatkan debit air yang rendah di sungai Kaliku, kincir air menghasilkan energi listrik dengan bantuan generator.
Lebih lanjut disampaikan, kedua dosen Teknik Mesin Kampus Biru ini juga telah melakukan riset generator tipe aksial dengan putaran rendah, dikarenakan pada generator tipe axial flux memiliki cogging torque yang rendah serta memiliki power density dan efisiensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan generator dengan radial flux.
Pada generator axial flux permanent magnet terjadi panas yang disebabkan power density yang lebih tinggi. Oleh karena itu, bentuk dari rotor dan stator di desain dengan permukaan yang besar untuk mengatasi masalah panas yang terjadi. Besarnya air gap pada generator axial flux permanent magnet juga berperan penting dalam mengatasi masalah panas yang terjadi.
“Ada berbagai jenis kombinasi untuk desain stator dan rotor pada generator axial flux permanent magnet. Misalnya, desain dengan satu sisi rotor dan stator dua sisi atau sebaliknya,” sebutnya.
Ada desain dengan dua sisi dapat membangkitkan energi yang relatif ganda dari pada desain dengan satu sisi, baik stator maupun rotor. Pikohidro ini sendiri menghasilkan sekitar 1000 watt.
“Kemarin, dari energi listrik yang dihasilkan baru dimanfaatkan sebagian kecil. Sekitar 4 lampu, nanti bisa dikembangkan lagi sesuai kebutuhan Kaliku,” lanjutnya.
Disebutkan, Kincir air ini memiliki diameter 1,5 meter dengan lebar 0,5 meter. Terbuat dari bahan galvanis yang kuat, tahan karat, dan mampu digunakan dalam jangka panjang. Melalui spesifikasi beberapa kali didapatlah ketepatan kelengkungan sudu 35 derajat. Pada umumnya kincir air menggunakan sudu 30 derajat, sehingga ketika aliran airnya kecil, kincir air masih bisa memutar.
Dikatakan Eko, inovasi kincir air lainnya adalah terdapatnya sistem transmisi, dan sistem kopling. Sehingga memudahkan dalam maintenance generator maupun kincirnya. Dosen ITN Malang ini sengaja membuat generator tipe aksial dikarenakan low-maintenance. Sehingga pengelola Kaliku bisa mandiri dalam merawat kincir air.
“Harapan ke depan kami bisa terus kerjasama dengan Kaliku. Bisa mengaplikasikan hasil riset yang ada di ITN Malang, dengan fokus di energi alternatif. Semoga pihak Kaliku bisa merawat apa yang telah ITN Malang berikan,” pungkasnya.
(Visited 1,483 times, 1 visits today)