Dosen UMM Soroti Minimnya Aktivitas Fisik Anak di Era Digital

Sketsamalang.com – Minimnya aktivitas fisik pada anak, utamanya anak-anak sekolah dasar (SD) menjadi perhatian serius di tengah kemajuan teknologi dan perubahan pola asuh. Frendy Aru Fantiro, M.Pd., dosen Pendidikan Jasmani Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Menilai bahwa gaya hidup pasif anak-anak saat ini berisiko menimbulkan dampak negatif jangka panjang bagi kesehatan fisik dan mental mereka.

“Anak-anak zaman sekarang lebih suka duduk berlama-lama dengan gawai daripada bermain di luar. Padahal, aktivitas fisik sejak dini sangat penting untuk tumbuh kembang yang optimal,” ujar Frendy saat ditemui di Kampus UMM, Senin (9/6/2025).

Ia menjelaskan, generasi Alpha kini menghadapi tantangan lingkungan yang tidak mendukung pembiasaan aktivitas fisik. Dimana kurangnya gerak dapat menyebabkan obesitas, gangguan postur tubuh, menurunnya daya tahan tubuh, serta meningkatnya risiko stres dan kecemasan.

“Dibandingkan generasi sebelumnya, anak SD sekarang lebih banyak yang mengalami obesitas, menggunakan kacamata, dan mudah lelah. Ini bukan sekadar keluhan, melainkan gejala nyata dari krisis kebugaran anak,” jelasnya.

Aktivitas Fisik Harus Jadi Rutinitas Harian Anak

Frendy menilai, pendidikan jasmani di sekolah saja tidak cukup. Ia mendorong orang tua untuk membiasakan anak aktif bergerak minimal 60 menit setiap hari untuk usia sekolah dasar, dan 30 menit untuk anak prasekolah.

“Geraknya tidak harus berat. Bisa dengan berjalan kaki, bermain di luar, atau membantu pekerjaan rumah. Yang penting konsisten,” tambahnya.

Sayangnya, menurut Frendy, banyak orang tua tidak menjadi teladan dalam menerapkan gaya hidup aktif. Anak tidak akan bergerak jika orang tuanya sendiri pasif.

“Kuncinya ada pada keteladanan. Ajak anak bersepeda atau berjalan ke taman di akhir pekan. Aktivitas sederhana seperti itu bisa menjadi awal perubahan,” katanya.

Kurikulum Padat Hambat Aktivitas Fisik

Frendy juga mengkritisi sistem pendidikan saat ini yang menuntut anak belajar hingga sore hari, ditambah beban les dan pekerjaan rumah (PR). Ia menegaskan bahwa keseimbangan antara belajar dan bergerak sangat penting untuk kesehatan mental dan akademik.

“Anak yang tubuhnya bugar cenderung lebih fokus, bahagia, dan memiliki daya ingat yang lebih baik. Maka, olahraga seharusnya bukan hanya ekstrakurikuler, tapi kebutuhan pokok,” tegasnya.

Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak yang rutin melakukan aktivitas fisik memiliki nilai akademik yang lebih baik. Terutama dalam mata pelajaran seperti matematika dan membaca.

Frendy mengimbau agar olahraga tidak diposisikan sebagai hukuman. Ajak anak bermain sambil bergerak, dengarkan musik, atau buat jadwal aktivitas fisik yang menyenangkan dan tidak membebani.

Sinergi Orang Tua dan Sekolah untuk Anak yang Lebih Sehat

Karena itu Frendy berharap adanya sinergi antara keluarga dan sekolah dalam menciptakan lingkungan yang mendorong anak untuk aktif bergerak setiap hari.

“Perlu diingat, orang sehat belum tentu bugar. Tapi orang bugar, pasti sehat,” pungkasnya.

Penulis

Link Banner

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *