SKETSAMALANG.COM – Predikat kumuh sedang yang sempat disematkan Walikota Tangerang, justru memantik semangat warga RW 03 Kelurahan Uwung Jaya, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang untuk segera berbenah hingga mampu mendirikan kampung tematik Kampung Anggur.
Penggagas Kampung Anggur, Budi Santoso mengatakan, meskipun bernama Kampung Anggur, namun diawal berdirinya justru di kampung ini tidak ada tanaman Anggur. Karena nama Kampung Anggur sebenarnya merupakan sebuah singkatan dari Anggota Masyarakat Gemar Bersyukur.
“Filosofinya kita ingin seperti tanaman Anggur, tumbuh merambat dan menghasilkan buah. Begitu juga yang kita harapkan dengan masyarakat agar bisa peduli lingkungan dan bisa menjadikan lingkungannya menjadi lebih baik. Itulah makna dari kampung Anggur,” jelasnya saat ditemui di Rumah Prestasi Glintung Go Green, Rabu lalu (12/1/2022).
Diceritakan Santoso, Kampung Anggur sendiri berdiri sejak bulan November 2018, bermula dari SK Kumuh sedang yang didapatkan dari Walikota Tangerang. Dari situ warga kemudian mencoba membangun kampung dengan dimodali oleh pemerintah melalui program PHBS.
“Tapi karena memang bantuannya dalam bentuk tanaman, sehingga warga belum berubah pola pikirnya. Alhasil tiga bulan, tanamannya sudah mati semua,” terangnya.
Melihat kondisi tersebut, konsep kemudian dirubah. Sehingga masyarakat yang swadaya untuk melakukan pembenahan lingkungan dan pemerintah sebagai pendamping.
Pemkot Tangerang kemudian memberikan sosialisasi tentang program kampung tematik dengan narasumbernya waktu itu Ir Bambang Irianto. Disana mulailah kami menemukan konsep sebagaimana membangun kampung tematik yang bisa berkelanjutan.
“Pada bulan Februari, Pak Bambang datang ke tempat kami dan membina secara langsung bagaimana merubah mindset masyarakat. Al hasil dalam waktu 5 bulan kami sudah bisa membuat lokus kampung Anggur dengan beberapa inovasi dan kegiatan,” ungkapnya.
Pak Bambang terus mendampingi Kampung Anggur hingga akhirnya mendapatkan kunjungan pertama dari tim penggerak PKK Kabupaten Buton Utara Sulawesi. Dengan adanya kunjungan tersebut, ternyata menambah motivasi warga bahwa yang mereka lakukan selama ini dihargai dan dilihat oleh masyarakat lain.
Namun setelah kampung Anggur berjalan, ternyata hal yang cukup membosankan jika kegiatannya hanya menanam, menyiram, dan membibit tapi tidak menghasilkan apa-apa.
Dari situ Kampung Anggur mulai masuk tahapan green bisnis dengan mulai membuat usaha kerajinan pembuatan gazebo dari bambu. Meskipun usaha ini bisa berjalan, tetapi tidak bisa mewakili semua warga karena memang harus ada tenaga ahli dalam pembuatan gazebo.
Kemudian pertemuan warga kembali dilakukan untuk membahas masalah tersebut sekaligus menciptakan peluang usaha baru. Melihat banyaknya lebah yang hinggap di aneka bunga yang mereka tanam, muncullah ide untuk membudidayakan lebah. Tapi ternyata ada juga warga yang kontra karena kalau dibudidayakan di lingkungan padat penduduk sangat berbahaya karena lebahnya bersengat.
“Beruntung ternyata ada warga kami yang memiliki pengalaman tentang budidaya lebah tanpa sengat yaitu lebah trigona. Kemudian kita lakukan studi banding dan akhirnya budidaya lebah itu bisa kita terapkan di lingkungan kampung Anggur,” ucapnya.
Setelah itu kampung Anggur terus berjalan dengan jumlah kunjungan yang semakin banyak. Namun setiap kali ada kunjungan, tetap saja para pengunjung menanyakan tanaman anggurnya ada dimana. Karena pengunjung berpikir yang namanya kampung Anggur pasti banyak anggurnya.
“Karena banyak yang menanyakan, jadi mau tidak mau kami harus belajar tentang Anggur, bagaimana anggur agar bisa layak konsumsi. Setelah kami belajar dan studi banding, kemudian kita terapkan di kampung Anggur dan sampai sekarang anggur menjadi komoditas utama di tempat kami,” sebutnya.
Disebutkan, di kampung Anggur saat ini terdapat 60 varian jenis Anggur yang berasal dari Ukraina, Jepang, Amerika dan dari India. Menurutnya, ternyata tanaman anggur lebih mudah untuk dibudidayakan.
“Bahkan kami juga sudah ada 3 orang yang memiliki sertifikasi nasional BNSP dari lembaga LSPN yang bisa dijadikan sebagai dasar kami untuk menawarkan jasa budidaya anggur,” tandasnya.
Lebih lanjut Santoso mengaku sangat berterimakasih kepada Ir Bambang Irianto yang ia anggap sebagai guru dalam mengembangkan kampung tematik Kampung Anggur. Setidaknya ada 3 konsep yang ia ingat dari pertemuannya dengan Pak Bambang dalam membuat kampung wisata.
Konsep pertama yaitu dalam sebuah kampung wisata, pengunjung harus bisa melihat yakni melihat lingkungan yang bersih dan masyarakatnya yang ramah.
Kemudian konsep yang kedua yaitu apa yang pengunjung bisa lakukan ditempat tersebut.
“Jadi di tempat kami, selain bisa berinteraksi dengan lingkungan dan warga. Pengunjung juga bisa ikut belajar bagaimana caranya budidaya lebah dan bagaimana caranya membuat media tanam anggur,” ungkapnya.
Selanjutnya konsep yang ketiga yakni apa yang bisa pengunjung bawa. Sehingga kami harus menjual produk untuk pengujung.
“Kebetulan di tempat kami ada produk madu Trigona, bibit anggur dan ada juga minuman khas dari sana seperti sirup jahe merah. Ini yang nantinya akan menunjang dari suatu kampung karena masyarakatnya bisa menghasilkan dan bisa menjual produk yang mereka hasilkan,” pungkasnya.