Sketsamalang.com – Sidang putusan kasus bantal Harvest berlangsung di Pengadilan Negeri Pasuruan. Dengan dihadiri terdakwa Deby Afandi, didampingi Pengacaranya Zulfi Syatria dari Sahlan Lawyer and Partners, Kamis (30/1/2024).
Pada persidangan yang diketuai Hakim Byrna Mirasari, Hakim memutuskan Deby Afandi bersalah secara administrasi. Dan menjatuhi hukuman denda 50 juta subsider 2 bulan penjara.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut penjara 1 tahun denda 50 juta rupiah.
Atas putusan ini Hakim memberi kesempatan pada terdakwa untuk kasasi apabila kurang puas. Dan memanfaatkan waktu 7 hari untuk memutuskan menerima atau tidak.
Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa, Zulfi Syatria mengaku bersyukur dengan putusan majelis hakim.
“Putusan ini adalah putusan yang jalan tengah tapi kita patut bersyukur karena Pak Deby Afandi tidak harus menjalani pidana kurungan, tapi hanya denda,” ucapnya.

Dalam putusan hakim juga menyampaikan pertimbangan kesalahan Pak Deby lebih kepada kesalahan administratif buka kesalahan pidana berat.
“Karena itu hakim mengabaikan sebagian tuntutan jaksa dan berpegang sendiri pada kebijaksanaanya yaitu hanya menghukum denda,” tandasnya.
Diketahui Deby Afandi tersandung kasus hukum sejak dirinya dilaporkan pesaing bisnis Fajar Yuristanto ke kepolisian pada Maret 2023 karena menggunakan merek bantal Harvest. Sementara Fajar sendiri memiliki Merek Harvestluxury.
Meski Harvest telah digunakan pemilik Deby Afandi pada 2019 dan memperoleh ijin bahkan berhasil mendapatkan dari pemilik sah Andrei Wongso yang memiliki merek Harvest sejak tahun 2005 akan tetapi Hakim menilai hal tersebut tetaplah bersalah.
Pasalnya Fajar sebagai pemilik merek Harvestluxury telah memiliki HAKI pada Maret 2023 sedangkan Deby belum memiliki dasar kuat memasarkan merek Harvest ketika Harvestluxury melaporkan ke polisi.
Kesalahan utama adalah dari rekam jejak Deby Afandi pernah mendaftarkan merek Harves dan Harvest Indopillow di tahun 2019 dengan status ditolak tetapi tetap memasarkan. Deby tetap memasarkan karena tidak tahu kalau dilaporkan dan berhenti berproduksi ketika kasus ditangani polisi.
Atas Azas First to file yang dianut hukum Indonesia dimana pemilik merek yang mendaftar pertama yang memiliki hak, bukan pengguna pertama, maka Hakim menilai Deby Afandi hanya melakukan kesalahan administrasi. Bukan Kejahatan yang membahayakan masyarakat, oleh karena itu Hakim menilai Deby tidak perlu divonis pidana cukup denda saja senilai tuntutan JPU yakni 50 juta.